Kamis, 10 Desember 2009

MENIMBANG NASIB TULISAN: Dalam Lomba Kelana Lebaran



Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengikuti Lomba Kelana Lebaran yang diselenggarakan Sekolah Kehidupan. Lomba ini disponsori oleh Indscript Creative dan Lingkar Pena Publishing House. Menurut informasi panitia, yang disampaikan di milis Sekolah Kehidupan, hingga lomba ini ditutup, jumlah naskah yang masuk mencapai 34 judul cerita. Daftar judul tersebut adalah sebagai berikut:


1. Kecewa Dengan Servismu Namun Desainmu Mengobatiku - Galuh Parantri

2. Lebaran Kali Ini - Febty Febriani

3. MUDIK SATU KOTA DUA KELUARGA SEJUTA KENANGAN - RETNO ARIFIANI

4. Kelana Lebaran dari Jogja-Klaten-UjungPangkah-Surabaya-Gresik-Ujung Pangkah-Jogja - Zahrotun Nisa

5. Berlebaran Dengan Belimbing - Siwi LH

6. Reuni Pasca Lebaran - Hibatun Wafiroh

7. Unforgetable Eid Journey - Tatik Nurhayani

8. Asyiknya Pulang Kampung.... - Mena Larasati

9. REGUH NIKMATNYA LEBARAN TANPA MUDIK - Hafiidhaturrahmah

10. Bukan Sekedar Wisata - Khoiriyyah Azzahro

11. Serasa Mimpi Ada di MANDIRANCAN… - Arikunto

12. Pelangi Pati - Mimin Ha Way

13. Di Pinggiran Kota Hingga Yang Hampir Terlupa - Umi Laila Sari

14. Aku Ingin Pulang - Rini Nurul Badariah

15. Awazz Angen Mbah - Sri Kartika Wijaya S.Si

16. Berlebaran Di Negeri Seberang - Miyosi Ariefiansyah

17. Rasa Kasih Sayang - Asma Sembiring

18. Menu Lengkap Satu Syawal – Abdul Fatah

19. PERJALANAN KE DESA – Riyawati

20. Road to Banjarmasin - M. Ihsan Diputra

21. Lebarannya Orang Kebayoran Lama - Fiyan Arjun

22. Wanita Senja Itu, Aku Belajar Darinya – YESIYARTI

23. Blitar, Setelah Delapan Tahun Kutinggalkan - Kahar S. Cahyono

24. Menelusuri Masjid Tiban di Turen Malang - Wiwik Hafidzoh

25. Monas & Kota Tua, Aku datang - Shiva Devy

26. Indahnya kemenangan - Sismanto

27. Ketika Lebaran Ada di Hati – Sismanto

28. Lebaran kali ini - Dian Sianturi

29. Ustadz Punk - Samsul Hidayat

30. SYUKUR DALAM GELAS PLASTIK - Samsul Hidayat

31. Pesona Sungai Musi - Kahar S. Cahyono

32. Lebaran Penuh Kejutan Sepanjang Perjalanan - Eka Natasha

33. Lebaran, Lamaran dan Perjalanan - Syamsul Arifin

34. LEBARAN, TAK BERKELANA KEMANA-MANA - Aan Wulandari Usman



Namun, beberapa peserta mengkonfirmasi bahwa naskahnya belum masuk dalam daftar di atas. Dengan demikian bisa dipastikan, bahwa jumlah keseluruhan naskah akan lebih banyak lagi. Ini menarik, karena dengan begitu, persaingan akan menjadi ketat. Sehingga siapapun nanti yang akan muncul sebagai juara, benar-benar karya terbaik.

Saat ini Lomba Kelana Lebaran sudah memasuki tahap penilaian dewan juri, mengingat batas akhir lomba pada tanggal 30 Nopember 2009 yang lalu. Dua tulisan yang saya ikutkan lomba, “Blitar, Setelah Delapan Tahun Kutinggalkan” dan “Pesona Sungai Musi”, memang harus bersaing dengan setidaknya 32 judul cerita yang lain untuk bisa menempati posisi nomor wahid. Senang saja menduga-duga, apa yang akan diputuskan dewan juri terhadap naskah saya.

Apapun hasilnya nanti, saya berusaha menata hati untuk tidak terlalu merisaukannya. Bagi saya, berhasil menyelesaikan dua cerita dan sempat mengikutkan dalam lomba adalah kemenangan yang sesungguhnya. Bukankah hari ini kita menyaksikan betapa banyak orang yang memiliki keinginan untuk menulis, tapi belum juga berhasil menyelesaikan satu artikel pun?

Maka dari itu, dalam masa tunggu, yang saya lakukan adalah menulis lagi. Kekalahan yang sesungguhnya adalah jika kita berhenti menulis, bahkan ketika karya kita memenangkan lomba.

Banyak orang yang tidak melakukan apa-apa selama masa penantian. Inilah yang saya khawatirkan. Saya ingin tetap produktif, kapanpun, dan apapun nasib dari tulisan-tulisan saya. (*)


Refleksi kehidupan Kahar S. Cahyono
Read More..

Rabu, 09 Desember 2009

Dibalik Layar

Hampir semua tenaga kerja di Kabupaten Serang tahu, bahwa UMK Serang tahun 2010 sebesar Rp. 1.101.000.00. Namun seperti apa proses didalamnya sehingga bisa keluar angka sebesar itu, tidak banyak yang tahu. Kalau saja kartu XL ini bisa berbicara, tentu ia akan menceritakan proses penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Serang tahun 2010. Namun sayang, suaranya tidak terdengar. Kata-katanya tidak mampu kita pahami, meskipun ia merupakan saksi kunci penetapan UMK yang selalu ditunggu jutaan tenaga kerja dan keluarganya.

”Perjuangan kita tahun ini sangat berat. Apalagi hasil survey Kebutuhan Hidup Layak yang menjadi dasar penetapan UMK sangat rendah,” ujar Isbandi Anggono, Anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Serang dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).

Sekedar diketahui, bahwa upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan atau Bupati/Walikota. Dewan pengupahan sendiri merupakan lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dimana keanggotannya meliputi perwakilan Pemerintah, unsur organisasi Pengusaha, dan unsur Serikat Pekerja, ditambah dengan seorang akademisi dari perguruan tinggi.

Itulah sebabnya, sebagai Koordinator Umum Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS), sebuah element ketenagakerjaan di Kabupaten Serang yang salah satu fungsingnya sebagai lembaga riset dan analisis kebijakan ketenagakerjaan di tingkat lokal, tentu saya memiliki kepentingan untuk terus berkomunikasi dengan teman-teman unsur serikat pekerja yang duduk di dalam Dewan Pengupahan. Apalagi, kami memiliki kode etik bahwa anggota Dewan Pengupahan adalah wakil serikat pekerja, maka ia tidak boleh membuat keputusan diluar yang telah digariskan oleh organisasi serikat pekerja.

Dengan demikian tidak ada pilihan lain, komunikasi dan konsolidasi harus dilakukan dengan lebih intensif, khususnya pada saat Dewan Pengupahan mengadakan rapat pleno untuk menentukan besarnya upah minimum. Hampir setiap menit perkembangan rapat bisa terjadi, maka komunikasi menjadi sedemikian penting. Dan media yang kami pilih untuk melakukan komunikasi jatuh kepada XL.

FSBS memiliki sebuah Divisi Dokumentasi, Publikasi, dan Komunikasi. Divisi inilah yang menyediakan seluruh alat komunikasi yang dibutuhkan oleh seluruh Staff dan mitra kerja FSBS. Dimana setiap orang mendapatkan fasilitas handphone lengkap dengan kartu pra bayar XL. Pengadaan fasilitas ini sangat mendukung kinerja kami, karena kami bisa melakukan komunikasi secara cepat dengan harga yang murah. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau setiap orang menggunakan operator yang berbeda-beda. Bisa jadi komunikasi akan terganggu, karena belum apa-apa sudah khawatir akan terjadi pembengkakan biaya.

”Usulan kita ditolak,” Argo Priyo Sujatmiko, anggota Dewan Pengupahan yang juga Koordinator Politik Hukum dan HAM di FSBS menginformasikan melalui handphone. Saat itu saya sedang makan siang di sekitar kawasan Modern Cikande Industrial Estate.

”Kalau bisa jangan buru-buru diputuskan hari ini. Saya dengar, di Kabupaten Tangerang juga belum ada kesepakatan,” sahut Abu Gybran, Anggota Badan Pertimbangan FSBS yang berada di Tangerang.

Kami memang sering berkomunikasi dengan sistem konferensi, berkomunikasi dengan dua orang lebih dalam satu pembicaraan. Apalagi, dalam penetapan UMK, besarnya upah minimum di daerah sekitar juga menjadi salah satu bahan pertimbangan. Koordinasi dengan beberapa kawan di Tangerang, Cilegon, bahkan kantor induk organisasi di Jakarta bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Dibalik proses penetapan UMK, peran media telekomunikasi menjadi sangat penting. Makanya saya suka tersenyum ketika mendengar UMK dijadikan bahan pembicaraan orang, sebab dengan sendirinya kenangan bersama XL muncul secara tiba-tiba.

Apalagi ketika Junaedi, Sekretaris DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Serang mengatakan, bahwa ”Menggunakan XL bukan sekedar murah. Namun ia memiliki nilai filosofi yang tinggi. XL kan juga bisa juga diartikan besar, maka dengan menggunakan XL, kita berharap upah yang kita perjuangkan akan menjadi besar.”

Ditulis oleh: Kahar S. Cahyono
Tulisan ini diikutsertakan dalam XL Award 2009
Read More..

Selasa, 08 Desember 2009

Berjuang Melalui Tulisan (Karena Saya Ingin Menjadi Penulis Hebat)

Ada yang bertanya, sesungguhnya apa yang akan menjadi fokus perhatian saya kedepan? Sebagai penulis, aktivis serikat pekerja, peneliti, atau fokus pada karir sebagai karyawan kantoran? Setiap kali mendapat pertanyaan itu, yang pertamakali saya lakukan adalah tersenyum. Sulit untuk menjawab dengan segera, sebab sesungguhnya saya sangat menikmati semua aktivitas tersebut.

Apalagi saat ini saya masih tercatat sebagai Bendahara DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Banten, Sekretaris Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Serang, Koordinator Umum Forum Solidaritas Buruh Serang, pernah menjadi Anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Serang, juga Wakil Ketua Konsulat Cabang FSPMI Serang. Saya juga bekerja di bagian Manajemen Information System pada sebuah perusahaan swasta, namun juga menyempatkan diri untuk menulis. Beberapa tulisan saya dimuat di El-Ka Sabili, Fajar Banten, Radar Banten, Tangerang Tribun, dan beberapa majalah/buletin komunitas seperti Arsitek, Garis, dan Lembur.

Namun dari semua opsi di atas, yang terus menghentak-hentak diri saya adalah panggilan jiwa untuk menulis. Apapun pekerjaan saya. Setidaknya inilah yang pernah saya abadikan dalam sebuah diary, saat duduk di bangku kelas 3 SMK. Saat itu saya membuat catatan kecil tentang hal yang paling saya inginkan saat masih muda: (1) Mendapat pekerjaan yang menyenangkan; (2) Memiliki istri cantik jelita di usia muda (saya terinspirasi buku ”Kupinang Engkau dengan Hamdalah”, karya Mohammad Faudzil Adhim); (3) Menjadi penulis; (4) Memiliki rumah dengan perpustakaan kecil di dalamnya, dan (5) Mati masuk surga.

Ya, saya ingin menjadi penulis sukses. Karena itu, saya harus melakukan pembenahan terhadap mental saya. Sebab saya percaya bahwa hanya penulis hebat yang akan bisa menjadi penulis sukses. Penulis hebat tidak ditentukan oleh seberapa banyak karya kita yang sudah dipublikasikan, tapi oleh seberapa tangguh kita dalam berjuang untuk mewujudkan impian sebagai penulis sukses.

Alhamdulillah, sekarang ada buku CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT yang bisa memandu kita untuk menjadi penulis hebat sekaligus penulis sukses. Anda bisa mengetahuinya lebih rinci di http://www.penulishebat.com. Atau apabila anda tergabung dalam situs jejaring sosial, saya sarankan untuk berkunjung ke http://www.facebook.com/penulishebat . Ups, masih ada lagi, tepatnya di alamat ini http://www.twitter.com/penulishebat

PASANG SURUT SEMANGAT MENULIS

Di bulan Oktober – Nopember 2009 ini, saya beberapa kali menjuarai lomba kepenulisan. Sebut saja menjadi Juara Harapan ”Your Share Career Story” yang diselenggarakan konsultankarir.com, Pemenang Utama Penulisan Kesan dan Saran Pada Ulang Tahun ke-3 Harian Online Kabar Indonesia, Juara 2 Rose Heart Writing 2009, dan Terbaik 3 Lomba Resensi Buku Paris Lumiere de L`amour yang diselenggarakan Lingkar Pena Publishing.

Kendati demikian, saya masih merasa belum apa-apa. Sebabnya adalah, saya menyadari benar bahwa semangat menulis saya pasang surut. Perhatikan catatan berikut; Tahun 1999 – 2001 saya mulai menulis, karena terpaksa sebenarnya, sebagai konsekwensi keikutsertaan saya dalam Journalitic Technical Hight School yang diselenggarakan SMKN 1 Blitar. Meskipun, saat itu, tulisan saya hanya sebatas dimuat di majalah sekolah.

Pada periode itu, dengan mesin ketik yang saya pinjam dari kantor desa, saya menulis puluhan naskah untuk Jawa Post, Majalah Annida, dan Majalah Anneka Yess. Hasilnya? Tidak ada satu pun yang dimuat. Soal pinjam mesin ketik dari kantor desa tidak usah diulas panjang lebar, karena kebetulan orang tua saya sebagai Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan, sehingga saya memiliki akses untuk membawa pulang mesin ketik itu malam hari, dengan catatan pagi-pagi sebelum kantor desa dibuka mesin ketik itu sudah ada ditempatnya.

Setelah 5 tahun vakum dari dunia menulis, saya kembali menulis tahun 2006, dan pada medio inilah untuk pertamakalinya tulisan-tulisan saya secara berturut-turut menembuas media massa. Tulisan pertama saya di majalah El-Ka Sabili saya ketahui saat mengikuti Pekan Diskusi Perburuhan di Pandeglang-Banten, saat itu secara tidak sengaja saya melihat gadis berbaju SMA (yang kemudian saya ketahui putri pemilik hotel) membaca majalah Sabili di loby hotel tempat acara diselenggarakan. Setelah itu, hampir setiap minggu tulisan saya dimuat di berbagai media yang berbeda.

Tahun 2007 dan 2008 saya kembali tidak lagi mengirimkan satu pun tulisan ke media, dan kembali menulis pada tahun 2009 ini. Itulah sebabnya, ketika mengetahui ada buku CARA DAHSYAT MENJADI PENULIS HEBAT, saya sangat antusias. Saya berharap motivasi menulis saya tetap terjaga. Sebab buku ini bukan sekedar teori penulisan, namun lebih kepada pembenahan terhadap mental seorang penulis.

”Penulis hebat tidak ditentukan oleh seberapa banyak karya kita yang sudah dipublikasikan, tapi oleh seberapa tangguh kita dalam berjuang untuk mewujudkan impian sebagai penulis sukses,” Kata Jonru ketika mengenalkan buku ini.

Sebagai informasi, saat ini buku "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat" yang tersedia adalah berformat ebook. Versi cetak belum tersedia. Jadi buku ini belum bisa didapatkan di toko buku terdekat. Untuk versi ebook, terdapat sejumlah PENAWARAN FANTASTIS yang tidak berlaku untuk versi cetak. Misalnya, harga ebooknya hanya Rp 49.500, tapi setiap pembeli mendapat voucher diskon Rp 200.000 dari SMO. Hm, menguntungkan sekali, bukan? Apalagi, ini adalah DISKON SMO TERBESAR yang pernah diberikan. Selama ini belum pernah ada, dan tidak tersedia di tempat lain.

Selain itu, pembeli ebook ini juga mendapat gratis modul eksklusif dari SMO, didaftarkan ke Kelas SMO Free Trial, mendapat bimbingan karir di bidang penulisan dan berlaku seumur hidup, dan sebagainya. Penawaran Fantastis ini hanya berlaku untuk Paket Ebook, TIDAK BERLAKU untuk buku versi cetak. Dan penawaran ini akan ditutup sewaktu-waktu bila buku versi cetak sudah terbit. Karena itu, tentu sayang sekali bila kita melewatkan kesempatan yang sangat langka ini!"

DENGAN PENA LAWAN PENINDASAN

Sebenarnya, medio 2001 – 2005 dan 2007 – 2008 saat saya tidak mengirimkan sama sekali naskah ke media, saya tidak pernah berhenti menulis. Saya bahkan lebih banyak menulis, hal ini karena aktivitas saya di Serikat Pekerja mengharuskan demikian. Membuat surat menyurat, Pers Release, Kerangka Acuan, mengelola Majalah Garis, menyusun gugatan, dan menulis Kertas Posisi dari hasil riset yang diselenggarakan FSBS saban tahun.

Pendek kata, menulis ternyata merupakan aktivitas yang sangat dekat dengan manusia. Pantaslah bila kemudian Pramoedya Ananta Toer berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam sejarah dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Tahun 2009 ini, saya kembali semangat menulis setelah membaca Kerangka Acuan Pelatihan Jurnalistik untuk Aktivis Serikat Buruh bertema “Dengan Pena Lawan Penindasan” yang diselenggarakan Trade Union Right Centre. Saat itu 28 April 2009.

Tulisan adalah sebuah cara untuk menyebarluaskan buah pikiran kepada orang banyak. Tulisan berfungsi untuk menjadi media informasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Tulisan juga dapat berfungsi untuk menjelaskan sebuah ide/pendapat yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat pembaca tentang sesuatu hal. Tulisan yang dikemas dengan baik dalam bahasa yang mudah dipahami, dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembacanya. Jika tulisan tersebut dimuat dalam media yang tersedia, baik cetak mau pun elektronik, maka ide tulisan itu pun dapat dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru.

Serikat buruh, sebuah organisasi massa ujung tombak perjuangan hak-hak buruh, dapat memanfaatkan media tulisan sebagai salah satu alat perjuangan. Dengan memanfaatkan media tulisan yang ada, serikat buruh dapat mengefektifkan pengorganisasian anggotanya, melakukan pendidikan, bahkan memobilisasi anggota. Tulisan bisa menjadi alat perjuangan yang strategis untuk melawan penindasan terhadap buruh.

Kendati kemudian saya tidak bisa menghadiri pelatihan jurnalistik itu, namun saya sadar bahwa keseharian kaum buruh memang layak untuk diangkat dalam sebuah tulisan. Apalagi, saat ini tidak banyak penulis yang mengkhususkan diri untuk isu-isu perburuhan. Saya semakin terpesona ketika di dunia maya bertemu dengan seorang Rika Amrikasari yang berhasil menerbitkan sebuah cerita hukum berjudul Good Lawyer. Buku ini mendapat banyak pujian, karena berhasil ‘mensastrakan hukum’. Kalimat hukum yang sulit dipahami itu, ia transformasikan dalam kalimat-kalimat cerpen yang sangat indah dan menawan.

Keseharian kaum buruh di bawah cerobong pabrik, di lorong-lorong kumuh kontrakan buruh, dan perjuangan yang tak pernah usai, saya kira lebih menarik untuk diangkat dalam sebuah karya sastra. Saat ini, dibantu beberapa orang Redaksi Majalah Garis, saya mencoba menyusun sebuah memoar tentang kisah-kisah perburuhan. Dan, tentu saja, kami berharap tidak patah semangat untuk mewujudkan impian itu. Salah satunya adalah dengan banyak membaca buku motivasi menulis, misalnya "Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat", yang juga saya rekomendasikan untuk anda. (*)

Ditulis oleh: Kahar S. Cahyono
Penulis/Pemerhati Sosial dan Praktisi Ketenagakerjaan
Read More..

Senin, 07 Desember 2009

Belajarlah dari Daerah

Tulisan ini untuk menanggapi Trade Unions Meeting for Political Consensus/Tumpoc (Pertemuan Serikat Buruh untuk Konsensus Politik) di harian Kompas, 1 Desember 2009. Sebuah pertemuan “spektakuler” yang dihadiri penjabat sementara Ketua Umum KSPSI Mathias Tambing, Presiden KSPI Thamrin Moosi, Presiden KSBSI Rekson Silaban, dan elite buruh dari 35 federasi serikat buruh untuk membahas berbagai dinamika serikat pekerja. Pertemuan berlangsung di Sukabumi, Jawa Barat, tanggal 23 - 24 November 2009.

Sejak Presiden BJ Habibie meratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat pascareformasi, diikuti lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh oleh Presiden Abdurrahman Wahid, serikat buruh di Indonesia tumbuh seperti jamur di musim hujan. Hal itu wajar karena undang-undang itu mengizinkan sedikitnya 10 orang membentuk serikat buruh. Sampai bulan Juni 2007, ada tiga konfederasi serikat buruh, 86 federasi serikat buruh, dan 11.000 serikat buruh/serikat pekerja tingkat perusahaan.

KSPSI mewadahi 13 federasi dan mengklaim memiliki sedikitnya 4 juta anggota, KSPI dengan 10 federasi dengan sekitar 2 juta anggota, dan KSBSI memiliki sedikitnya 2 juta anggota. Namun, pemerintah memperkirakan pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja baru 4 juta orang, dari sekitar 30 juta pekerja formal. Kondisi paradoks yang terjadi semakin merugikan buruh. Serikat buruh baru terus lahir, padahal minat pekerja berserikat semakin merosot. Pada sisi lain, perjuangan merebut simpati buruh pun lambat laun berubah menjadi persaingan tidak sehat. Untunglah, para elite buruh menyadari hal ini dan bertekad berbuat sesuatu sebelum terlambat..

Menurut Rekson, seperti dikutip Kompas, kehadiran para pimpinan serikat buruh nasional itu sangat penting untuk mereposisi gerakan buruh Indonesia. “Kami harus berbuat sekarang supaya tidak dipersalahkan oleh generasi penerus karena tidak melakukan apa-apa untuk memperkuat gerakan buruh Indonesia. Tak akan ada pihak yang mau mendengar suara gerakan buruh kalau serikat buruh terfragmentasi,” katanya.

Soliditas di Tingkat Lokal

Tentu saja, kita berharap agar persatuan di tingkat nasional tidak sebatas retorika dan wacana. Mereka memang harus segera menyadari, bahwa saat ini anggota serikat pekerja semakin jauh berkurang. Bahkan sebagian besar yang lain kehilangan minat untuk berserikat. Pun demikian, suaranya tidak lagi banyak didengar.

Saya membayangkan kondisi serikat pekerja di Serang, Banten. Disana, pertemuan yang dihadiri para pucuk pimpinan organisasi serikat pekerja yang ada di Serang bahkan dilakukan hampir tiap bulan, dan sudah berlangsung sejak empat tahun yang lalu. Mereka membentuk Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Serang, yang terdiri dari FSPMI, FSP-KEP, KSPSI, KSBSI, dan SPN. Bahkan, pada rapat terakhir yang diselenggarakan di Bhayangkara – Serang, juga nampak hadir Ketua Korwil Federasi Serikat Buruh Banten (FSBB) Kab. Serang.

Mereka biasa mengerjakan isu-isu strategis secara bersamaan. Terbukti lebih efektif, dan hasilnya juga lebih baik.

Memang perbedaan pandangan tidak bisa terhindarkan. Namun pesan yang ingin disampaikan, bahwa persatuan dan soliditas gerakan bisa diwujudkan. Sebab nyatanya, di tingkat lokal, sudah ada yang berhasil menjalankan.

Beberapa kali, saya juga pernah mendengar bahwa ada beberapa induk organisasi di tingkat nasional (dewan pimpinan pusat) yang tidak merestui anggotanya membentuk aliansi dengan SP/SB lain di tingkat daerah. Saya tidak tahu pasti apa sebabnya, barangkali khawatir di daerah akan melepaskan diri (mendirikan SP/SB baru).

Namun dengan pertemuan Sukabumi, mudah-mudahan hal itu tidak lagi terjadi. Tidak ada yang kuat tanpa persatuan. Maka, memang sudah saatnya bagi kita untuk menghapus jauh-jauh kepentingan pribadi dan egoisme dalam mengelola organisasi.

Oleh: Kahar S. Cahyono
Founder suarasolidaritas.blogspot.com
Read More..